Lebaran sebentar lagi,musim liburan pun tiba. Salah satu kota yang menjadi tempat tujuan mudik atau wisata adalah Yogyakarta. Satu kota yang sarat dengan budaya Jawa yang menolak untuk luntur, kekhasan Jogja yang kental membuat semua orang yang pernah mencicipinya gatal untuk kembali atau sekedar mampir di sana untuk menikmati suasana Jawa-nya yang santai dan ramah. Kentalnya suasana ini pernah diungkap oleh kelompok musik legendaris Kla Project dalam lagu mereka ‘Yogyakarta’ yang kini tentunya menjadi lagu wajib kota Jogja. Bagi mereka yang belum sempat datang biasanya mereka meminta oleh-oleh ke teman-teman atau saudara yang mudik atau berlibur ke Jogja. Bagaimana dengan anda? Sudah menentukan oleh-oleh yang akan dibeli di Jogja? Apa saja sih oleh-oleh khas kota ini? Berikut adalah tujuh diantaranya.
Buah Salak
Lereng Merapi rupanya memberikan berkah bagi para petani salak. Mulai dari wilayah Magelang (Muntilan) Jawa Tengah hingga ke Sleman (seputaran Turi, Cangkringan, Tempel dan Pakem) adalah sentra produksi salak pondoh, salak manis dan garing yang menjadi buah salak primadona Jogja. Begitu suburnya budidaya salak pondok di daerah ini, sampai-sampai terdapat satu wilayah seluas 27 hektar yang dijadikan kawasan agrowisata salak lengkap dengan tempat bermain anak, kolam renang dan pemancingan di Kecamatan Turi Kabupaten Sleman, tepatnya di Kampung Gandung, Bangunkerto, Turi. Jika anda tertarik mengunjunginya, lokasi ini bisa dicapai baik dari Jalan Magelang ataupun dari Jalan Palagan Tentara Pelajar (Monjali).
Tapi kalau hanya untuk sekedar mencari oleh-oleh, anda tentunya tidak perlu jauh-jauh ke Turi. Kios-kios salak banyak bertebaran di Jalan Magelang dan salak bisa ditemui hampir di semua kios buah di Jogja. Jangan lupa saya juga dikirim ya… hihihi…
Kerajinan Perak Kotagede
Kotagede yang merupakan wilayah kota lama Kerajaan Mataram adalah sentra industri Perak. Sejak jaman Mataram, perak memang menjadi primadona di daerah ini dan dengan kualitasnya yang bagus, perak kotagede telah merambah hingga ke mancanegara dan ini dimulai sejak pendudukan Belanda di Jogja yang sering memesan perhiasaan emas, perak dan tembaga untuk dikirim kembali ke Eropa. Kini wilayah Kotagede dipenuhi oleh showroom perak baik dari produsen kelas besar hingga ke industri rumahan.
Ada empat jenis produksi perak di Kotagede, yakni perak filigri dengan tekstur berlubang, tatak ukir yang desainnya menonjol, casting yang terbuat dari cetakan dan hand made alias kerajinan tangan langsung (biasanya berupa cincin atau kalung atau pernik lain yang membutuhkan ketelitian). Sedikit saran, jika anda tertarik dengan satu produk, coba anda bandingkan dari satu toko ke toko lain, siapa tahu anda bisa mendapatkan barang yang sama dengan harga yang lebih murah.
Kerajinan Kasongan
Kasongan adalah kawasan desa wisata di wilayah Bantul yang menjadi pusat kerajinan gerabah atau keramik (kerajinan dari tanah liat atau tanah lempung). Hasil kerajinan gerabah yang diproduksi di Kasongan umumnya berupa guci, pot, souvenir, pigura, hiasan dinding, kendi, kendil hingga ke perabotan rumah yang penuh dengan hiasan. Kini produksinya juga makin kreatif dengan munculnya kerajinan yang terbuat dari daun pisang, bahan bambu dan banyak lagi yang lain. Semua hasil kerajinan di Kasongan memiliki kualitas ekspor namun ada baiknya anda selalu memperhatikan barang yang anda beli dengan teliti.
Kerajinan asal Kasongan ini sebenarnya juga dijual di lapak-lapak di Malioboro, tapi tidak ada salahnya anda melewatkan waktu sebentar di kawasan wisata yang menarik ini karena selain barang yang dijual tentunya lebih lengkap akan sangat menarik kalau anda melihat langsung proses pembuatan kerajinan ini sendiri, mulai dari pengolahan tanah, pembentukan, pembakaran hingga pewarnaan yang bisa anda saksikan langsung di Kasongan.
Gudeg
Tidak lengkap rasanya membuat daftar oleh-oleh asal Jogja tanpa menyebut nama lauk makan satu ini, apalagi Jogja sendiri dikenal dengan sebutan Kota Gudeg. Makanan manis asli Jogja ini sebenarnya adalah sayur nangka (dalam bahasa Jawa disebut gori) dan olahannya bisa menjadi dua jenis, gudeg basah dan gudeg kering. Gudeg basah direbus sekali hingga airnya kering sedangkan gudeg kering dimasak berulang-ulang hingga kering. Jika anda berminat untuk menjadikan gudeg sebagai oleh-oleh, pastikan bahwa anda membeli gudeg kering yang biasanya dimasukkan ke dalam kendil atau guci tanah liat (sehingga disebut gudeg kendil) supaya awet hingga beberapa hari. Saat membeli tanyakan ke penjual berapa lama gudeg ini bisa awet.
Biasanya sih, gudeg kendil bisa awet untuk dua hari lamanya tanpa dipanaskan, jadi kalau anda ingin mengirimnya harus sedikit buru-buru. Isi dari gudeg kendil sendiri terdiri dari gudeg, ayam, telur (atau tahu), sambel krecek (kulit sapi) dan berbagai macam ‘perangkat perang’ lain yang bisa dilahap kapan saja. Walaupun penjual gudeg tersebar di semua wilayah Jogja, ada dua pusat penjualan gudeg yang terkenal, yang pertama ada di Wijilan (timur alun-alun utara Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan selatan plengkung Wijilan) sedangkan yang kedua ada di Barek, utara Fakultas Kehutanan UGM.
Kaos Dagadu
Inilah oleh-oleh paling trendy yang ada di Jogja. Seakan telah menjadi cap paten, jika anda mengenakan baju produksi Dagadu, itu artinya anda pernah datang ke Jogja. Dari segi popularitas, kaos Dagadu masih kalah ngetop dari ‘rekan sejawatnya sesama kaos plesetan’ yang berasal dari Bali yakni Joger. Tapi tetap saja tak akan lengkap rasanya jika sudah pernah menginjakkan kaki di Jogja namun anda belum pernah membeli atau mengenakan kaos plesetan aseli berjuluk Dagadu ini. Saya mencoba menggarisbawahi kata aseli, karena memang kaos asli Dagadu hanya bisa ditemui di pabrik mereka di Pakuningratan, lower ground Mal Malioboro dan lantai dua Plaza Ambarukmo. Kaos Dagadu tidak dijual di tempat lain dimanapun di Jogja.
Kaos Dagadu melejit menjadi salah satu alternatif oleh-oleh terutama dalam dua puluh tahun terakhir karena memang desain kaosnya yang kreatif, kata-katanya yang lucu dan kaosnya yang tidak murahan. Begitu boomingnya kaos Dagadu sebagai oleh-oleh khas Jogja, para pembajakpun ikut-ikutan kreatif memproduksi kaos Dagadu yang sayangnya bukan yang aseli, kaos-kaos Dagadu palsu ini bisa anda temui di sepanjang jalan Malioboro hingga masuk ke gang-gang yang ada disekitarnya. Desain kaos palsu ini mengambil desain lama Dagadu dan kadang memasukkan unsur-unsur pembeda baru. Tapi sekali lagi, Dagadu tidak berjualan di tempat lain selain tiga tempat di atas. Jadi kualitas kaos Dagadu bajakan ini tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Tambahan sedikit, Dagadu sendiri merupakan bahasa walikan (bahasa gaul Jogja-Solo) yang artinya ‘Matamu’.
Batik Beringharjo
Saya menempatkan Batik Beringharjo di peringkat kedua, karena selain tempatnya paling mudah diakses – anda yang baru pertama kali datang ke Jogja bisa sampai di sana bahkan tanpa harus bertanya dulu ke warga Jogja (Beringharjo ada di ujung selatan Malioboro, sebelah utara Benteng Vredeburg). Pasar Beringharjo adalah sentra batik utama di Jogja sekaligus pasar tradisional terbesar di kota ini, jadi bersiap-siaplah berdesak-desakan dalam panas ketika masuk ke pasar ini. Batik yang tersedia ada beraneka ragam, mulai dari atasan, bawahan, kaos, daster, kain, pernik hingga berbagai macam barang dengan motif batik.
Jika kaos Dagadu adalah kaos trendy, maka baju batik bisa dinikmati oleh khalayak yang lebih luas lagi. Satu hal yang perlu anda ingat ketika mencoba membeli barang di Malioboro termasuk Beringharjo, adalah tawar sekejam-kejamnya. Barang yang dijual di Malioboro biasanya dimark-up gila-gilaan oleh penjualnya, jadi kalau anda tertarik, coba tawar harga hingga separuh atau tiga perempatnya. Akan lebih baik kalau anda memiliki teman, saudara atau guide yang bisa berbahasa Jawa untuk membantu menawar barang bagi anda. Kalau anda lebih memilih untuk santai dan tidak terlampau memusingkan harga, anda bisa masuk ke toko Mirota Batik yang tepat berada di depan Pasar Beringharjo di Jalan Malioboro.
Bakpia Pathuk
Kalau anda bertanya ke orang Jogja untuk menanyakan oleh-oleh khas daerah ini, mereka pasti akan menyebut nama Bakpia Pathuk. Tidak ada orang Jogja yang tidak tahu daerah Pathuk. Pathuk (atau Pathok) adalah nama tempat yang menjadi sentra penjualan bakpia nomer satu di Jogja. Lokasinya ada di barat Malioboro, melewati jalan Bhayangkara dan berada di kecamatan Ngampilan. Sepanjang jalan di daerah Pathuk ini dipenuhi oleh kios penjual bakpia. Kalau musim liburan, jalan sempit ini bisa dipastikan ramai oleh mereka yang mencari oleh-oleh.
Makanan ringan ini sebenarnya bukan asli Jogja, melainkan bawaan dari Cina dan aslinya bernama Tou Luk Pia atau pia yang artinya roti kacang hijau, namun di Jogja yang orang-orangnya suka memelesetkan nama, Tou Luk Pia berubah menjadi ‘bakpia’. Bakpia adalah roti panggang berisi adonan kacang hijau dan gula yang dibungkus tepung. Adonan kacang hijau ini kini memiliki banyak varian mulai dari rasa coklat, keju, nanas, durian sampai aneka rasa.
Di Pathuk, ada dua toko bakpia paling terkenal yaitu Bakpia 75 dan Bakpia 25, tapi produksi toko lainnya pun sebenarnya tidak kalah legit. Toko bakpia di Pathuk biasanya dinamakan sesuai dengan nomer rumah toko, ada Bakpia 75, 25, 35, 88, 55 dan lain sebagainya. Sebagai alternatif, di daerah Minomartani, Sleman ada juga sentra bakpia kering dan di jalan Glagahsari ada satu toko bakpia yang tengah naik daun, yaitu Bakpia Kurnia Sari.
Anda pengen membeli oleh-oleh yang mana? Monggo.